Tragedi Coldrif: Sirup Batuk Tercemar Racun Tewaskan 20 Anak di India

Kamis, 09 Oktober 2025 | 11:11:12 WIB
Tragedi Coldrif: Sirup Batuk Tercemar Racun Tewaskan 20 Anak di India

JAKARTA - Tragedi memilukan kembali mengguncang India setelah puluhan anak dilaporkan meninggal akibat mengonsumsi sirup batuk yang tercemar bahan kimia beracun. Insiden yang terjadi di negara bagian Madhya Pradesh ini menambah panjang daftar kasus keracunan obat anak di berbagai belahan dunia yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan terhadap produksi obat.

Hingga Kamis, 9 Oktober 2025, jumlah korban meninggal akibat konsumsi sirup bermerek Coldrif meningkat menjadi 20 anak. Sementara itu, lima anak lainnya masih menjalani perawatan intensif akibat gagal ginjal akut yang muncul setelah mereka meminum obat tersebut. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan, sirup Coldrif mengandung zat kimia berbahaya diethylene glycol dengan kadar mencapai 45%, jauh di atas batas aman yang diperbolehkan.

Wakil Ketua Menteri Madhya Pradesh, Rajendra Shukla, mengonfirmasi bahwa sebagian besar korban berasal dari distrik Chhindwara. Dari total korban jiwa, 17 anak berasal dari wilayah tersebut, sementara dua anak dari Betul dan satu dari Pandhurna. “Dua anak meninggal hari ini dan satu meninggal tadi malam. Sebelumnya sudah ada 17 korban jiwa,” ujar Shukla saat meninjau rumah sakit di Nagpur.

Ia menambahkan, lima anak yang masih bertahan kini tengah dirawat di beberapa rumah sakit, termasuk dua di Government Medical College Nagpur dan dua lainnya di AIIMS. Pemerintah negara bagian memastikan bahwa seluruh biaya perawatan korban akan sepenuhnya ditanggung. “Pemerintah telah membentuk tiga tim untuk membantu keluarga korban selama masa perawatan di Nagpur,” demikian pernyataan resmi Pemerintah Madhya Pradesh.

Sirup Tercemar Bahan Kimia Beracun

Kasus tragis ini berawal ketika sejumlah anak di Madhya Pradesh mengalami gejala demam dan flu ringan. Orang tua mereka kemudian memberikan sirup batuk Coldrif sebagai pengobatan. Tak lama setelah itu, anak-anak tersebut mengalami gangguan pada ginjal yang berkembang cepat menjadi gagal ginjal akut. Setelah dilakukan uji laboratorium, sirup tersebut ternyata mengandung diethylene glycol, bahan kimia yang lazim digunakan pada industri otomotif sebagai cairan pendingin, bukan untuk konsumsi manusia.

Sirup Coldrif diketahui diproduksi oleh Sresan Pharmaceuticals, perusahaan farmasi yang berlokasi di Kancheepuram, Tamil Nadu. Begitu ditemukan kandungan kimia berbahaya di dalam produknya, otoritas obat di Tamil Nadu dan Madhya Pradesh langsung mengeluarkan larangan edar terhadap seluruh produk perusahaan tersebut. Penyelidikan lanjutan kini dilakukan oleh tim investigasi khusus (SIT) untuk menelusuri bagaimana bahan beracun itu bisa masuk ke dalam rantai produksi.

Penangkapan Dokter dan Gelombang Protes

Kasus ini semakin memanas setelah polisi menangkap Dr. Praveen Soni, seorang dokter anak di distrik Parasia. Ia diduga meresepkan sirup Coldrif kepada sejumlah pasien yang kemudian meninggal dunia. Penangkapan tersebut memicu gelombang protes besar-besaran dari kalangan medis di Madhya Pradesh.

Ratusan dokter di Chhindwara melakukan aksi mogok tanpa batas waktu sebagai bentuk solidaritas terhadap Dr. Soni. Mereka menilai, dokter tersebut tidak bersalah dan hanya menjalankan tugas sesuai prosedur medis yang berlaku. “Dia bukan kriminal, tapi dokter senior yang hanya menjalankan tugas. Pemerintah seharusnya menindak produsen obat dan pihak yang menyetujui penggunaannya,” kata Dr. Ankur Batra, sekretaris Asosiasi Medis India (IMA) cabang Parasia.

Aksi protes ini juga melibatkan dokter gigi, apoteker, dan asosiasi farmasi lokal yang turut menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Sebuah aksi damai dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 8 Oktober 2025, sebagai bentuk tekanan moral agar otoritas segera membebaskan Dr. Soni dan menindak tegas pihak pabrikan.

Lemahnya Pengawasan Kualitas Obat di India

Tragedi ini kembali membuka luka lama tentang lemahnya sistem pengawasan kualitas obat di India. Negara tersebut dikenal sebagai salah satu produsen obat terbesar di dunia, namun berbagai laporan menunjukkan masih banyak pabrik farmasi yang tidak memenuhi standar mutu internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus serupa terjadi di berbagai negara, termasuk Gambia, Uzbekistan, dan Kamerun, yang menewaskan puluhan anak akibat sirup batuk tercemar bahan kimia berbahaya.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran global terhadap produk farmasi asal India. Beberapa negara bahkan telah meningkatkan kewaspadaan terhadap impor obat cair dari sana. Banyak pihak menilai bahwa pengawasan yang longgar, ditambah praktik produksi yang tidak higienis, menjadi penyebab utama munculnya kasus-kasus fatal semacam ini.

Laporan dari lembaga pengawas obat India menyebutkan, tak satu pun negara bagian di India yang sepenuhnya mematuhi standar mutu obat yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal ini menandakan masih lemahnya regulasi serta kurangnya koordinasi antarotoritas dalam memastikan keamanan produk obat sebelum beredar di pasaran.

Kecaman dan Tanggung Jawab Pemerintah

Pemerintah negara bagian Madhya Pradesh kini mendapat sorotan tajam dari publik. Banyak pihak menuntut langkah tegas, tidak hanya kepada dokter yang meresepkan obat, tetapi juga kepada produsen, distributor, dan otoritas yang lalai dalam pengawasan. Para orang tua korban menuntut pertanggungjawaban penuh serta kompensasi atas kehilangan yang mereka alami.

Rajendra Shukla menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menutupi fakta dan berkomitmen mengusut kasus ini hingga tuntas. Ia juga berjanji akan memperketat sistem distribusi obat dan melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan farmasi di wilayahnya.

Tragedi di Madhya Pradesh menjadi pengingat pahit bahwa keselamatan pasien harus menjadi prioritas tertinggi dalam industri kesehatan. Kecerobohan sekecil apa pun dalam pengawasan mutu obat dapat berakibat fatal, terutama bagi anak-anak yang menjadi kelompok paling rentan.

Kini, harapan masyarakat India tertuju pada langkah nyata pemerintah untuk memastikan agar tragedi serupa tidak terulang. Karena di balik setiap botol obat yang beredar, tersimpan tanggung jawab besar terhadap nyawa manusia yang mempercayakan keselamatannya kepada sistem kesehatan negara.

Terkini