JAKARTA - Kebijakan baru dari OPEC+ kembali menjadi sorotan dunia energi setelah kelompok negara produsen minyak itu memutuskan untuk menaikkan produksi minyak sebesar 137.000 barel per hari (bph) mulai November 2025. Langkah ini diumumkan pada Minggu, 5 Oktober 2025, dan merupakan kelanjutan dari kebijakan peningkatan produksi pada bulan sebelumnya.
Keputusan tersebut menjadi sinyal penting bahwa OPEC+ mulai mengubah arah kebijakannya setelah beberapa tahun melakukan pemangkasan produksi besar-besaran. Kini, kelompok yang terdiri atas negara anggota OPEC, Rusia, dan sejumlah produsen kecil lainnya itu berupaya merebut kembali pangsa pasar global, terutama dari para pesaing seperti produsen minyak serpih (shale oil) di Amerika Serikat.
Produksi Naik, Pasar Minyak Bereaksi
Sejak awal tahun 2025, OPEC+ telah menaikkan target produksinya lebih dari 2,7 juta bph, setara dengan sekitar 2,5 persen dari total permintaan minyak global. Langkah ini sekaligus menunjukkan upaya kelompok tersebut untuk menyeimbangkan kembali pasar setelah periode panjang pengendalian pasokan.
Namun, keputusan peningkatan produksi ini sempat mengguncang pasar minyak dunia. Berdasarkan laporan perdagangan, harga minyak global mencatat penurunan mingguan sebesar 8,1 persen, meskipun sempat menguat pada akhir pekan.
Harga minyak Brent ditutup naik 42 sen atau 0,7 persen menjadi 64,53 dolar AS per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 40 sen atau 0,7 persen menjadi 60,88 dolar AS per barel.
Meski demikian, secara mingguan, Brent tetap turun 8,1 persen—penurunan terbesar dalam lebih dari tiga bulan terakhir—sementara WTI melemah 7,4 persen. Saat ini, harga minyak masih berada di bawah puncaknya tahun ini, yakni 82 dolar AS per barel, namun tetap lebih tinggi dibandingkan 60 dolar AS yang tercatat pada Mei 2025.
Ketegangan di Internal OPEC+
Menjelang pengumuman resmi, sempat muncul perbedaan pandangan di antara dua pemain utama OPEC+, yakni Rusia dan Arab Saudi. Menurut beberapa sumber, Rusia mendorong kenaikan produksi yang moderat, sejalan dengan kebijakan pada Oktober. Alasan utamanya adalah untuk menghindari tekanan lebih lanjut terhadap harga minyak serta mempertimbangkan keterbatasan produksi akibat sanksi internasional imbas invasi ke Ukraina.
Sebaliknya, Arab Saudi menginginkan peningkatan produksi yang jauh lebih besar, yakni antara 274.000 hingga 548.000 bph, dengan alasan memiliki kapasitas cadangan yang lebih tinggi dan ingin mempercepat pemulihan pangsa pasarnya.
Perbedaan strategi ini mencerminkan dinamika internal OPEC+ dalam menjaga keseimbangan antara kestabilan harga dan kepentingan pasar masing-masing anggota.
Dalam pernyataannya, OPEC menegaskan bahwa prospek ekonomi global tetap stabil, sementara fundamental pasar minyak masih berada dalam kondisi sehat berkat rendahnya persediaan minyak mentah dunia.
Langkah Hati-Hati di Tengah Sensitivitas Pasar
Para analis menilai, keputusan OPEC+ untuk menaikkan produksi dalam jumlah kecil merupakan langkah yang berhati-hati dan terukur. Analis dari TP ICAP Group, Scott Shelton, memperkirakan harga minyak dapat meningkat sekitar 1 dolar AS per barel pada awal pekan karena kenaikan produksi yang relatif kecil.
Sementara itu, Jorge Leon dari Rystad Energy menilai OPEC+ sedang “berjalan di atas tali tipis” dalam menyeimbangkan dua kepentingan besar: menjaga stabilitas pasar dan memperluas kembali pangsa pasarnya.
“OPEC+ melangkah dengan hati-hati setelah melihat bagaimana pasar menjadi sensitif. Kelompok ini sedang berjalan di atas tali antara menjaga stabilitas dan merebut kembali pangsa pasar dalam kondisi surplus,” jelasnya.
Kebijakan ini juga dinilai sebagai upaya menghindari gejolak harga berlebihan, karena peningkatan produksi secara drastis dapat menekan harga minyak dunia, sementara pengetatan pasokan terlalu lama berisiko menahan pertumbuhan ekonomi global.
Dari Pemangkasan Menuju Pemulihan
Untuk memahami konteks keputusan ini, perlu diingat bahwa OPEC+ sebelumnya sempat melakukan pemangkasan produksi besar-besaran yang mencapai puncaknya pada Maret 2025 sebesar 5,85 juta bph.
Pemangkasan tersebut terdiri atas tiga lapisan: pengurangan sukarela 2,2 juta bph oleh delapan negara anggota, tambahan pemotongan 1,65 juta bph, serta pengurangan 2 juta bph oleh seluruh kelompok.
Mulai Oktober 2025, OPEC+ secara bertahap menghapus lapisan kedua pemangkasan dengan menambah produksi sebesar 137.000 bph, dan akan diikuti dengan penghapusan penuh lapisan pertama sebesar 2,2 juta bph pada akhir September 2025.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut tengah bertransisi dari fase pembatasan ketat menuju pemulihan pasokan bertahap, seiring meningkatnya permintaan global yang mulai stabil.
Menatap Pertemuan Berikutnya
OPEC+ dijadwalkan akan kembali menggelar pertemuan pada 2 November 2025 untuk mengevaluasi perkembangan pasar dan menyesuaikan kebijakan produksinya ke depan. Pertemuan tersebut diperkirakan akan menjadi forum penting untuk menentukan arah strategi jangka menengah OPEC+, apakah tetap melanjutkan penambahan produksi atau menahan sementara demi menjaga harga tetap stabil.
Keputusan bulan Oktober dan November ini menjadi ujian bagi OPEC+ dalam menunjukkan kemampuan kolektifnya menavigasi pasar energi global yang kian kompleks, di tengah tekanan geopolitik, transisi energi, dan dinamika ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih.
Dengan strategi yang berhati-hati dan kolaboratif, OPEC+ berupaya memastikan agar kebijakan produksinya tidak hanya menguntungkan para anggotanya, tetapi juga mendukung stabilitas pasar minyak internasional dalam jangka panjang.