JAKARTA - PT Danantara Asset Management (Persero) akan masuk ke PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) melalui skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement senilai Rp30,31 triliun. Berdasarkan keterbukaan informasi, Selasa, 7 Oktober 2025, Danantara akan menyetor modal secara tunai ke GIAA sebesar US$1,44 miliar atau Rp23,66 triliun.
Selain penyetoran tunai, Danantara juga melakukan konversi pinjaman pemegang saham (shareholder loan/SHL) menjadi saham baru senilai US$405 juta atau Rp6,65 triliun. Pelaksanaan PMTHMETD wajib memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang diagendakan pada 12 November 2025.
Langkah ini dilakukan untuk memperkuat struktur permodalan dan mendukung keberlangsungan usaha GIAA. Suntikan dana diharapkan mampu menambah likuiditas sekaligus memperbaiki posisi keuangan yang masih negatif.
GIAA masih mencatat ekuitas negatif dengan liabilitas yang melebihi aset. Pada 30 Juni 2025, aset perseroan tercatat US$6,51 miliar, sedangkan liabilitas mencapai US$8,01 miliar, sehingga ekuitas negatif mencapai US$1,49 miliar.
Pelaksanaan private placement ini diharapkan memberikan efek positif jangka panjang. Dengan tambahan modal, Garuda bisa memperkuat kapasitas operasional serta menjaga kelangsungan usaha entitas anak.
Alokasi Dana Private Placement
Dana private placement sebesar Rp30,31 triliun akan digunakan untuk beberapa pos strategis. Sebesar 29% dialokasikan untuk pembiayaan modal kerja dan operasional GIAA, termasuk biaya perawatan dan perbaikan pesawat.
Selanjutnya, 37% akan digunakan untuk meningkatkan modal anak usaha, yaitu Citilink, guna mendukung modal kerja dan operasionalnya. Hal ini termasuk pembayaran biaya perawatan dan perbaikan armada Citilink.
Sebesar 22% dana dialokasikan untuk ekspansi armada GIAA dan Citilink. Langkah ini bertujuan memperkuat kapasitas layanan dan meningkatkan jangkauan operasional kedua entitas.
Selain itu, 12% digunakan untuk tambahan modal Citilink dalam rangka melunasi utang pembelian bahan bakar pesawat dari Pertamina untuk periode 2019–2021. Langkah ini penting untuk memperbaiki neraca anak usaha sekaligus menjaga kestabilan operasi.
Suntikan modal ini datang di tengah GIAA yang masih membukukan rugi bersih. Semester I/2025, perseroan mencatat rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$143,7 juta atau Rp2,33 triliun dengan kurs Jisdor Rp16.231 per dolar AS.
Rugi bersih tersebut meningkat 41,36% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada semester I/2024, GIAA mencatat rugi US$101,65 juta atau Rp1,64 triliun, sehingga tekanan finansial semakin terasa.
Pendapatan usaha GIAA juga mengalami penurunan 4,47% yoy. Semester I/2025, pendapatan tercatat US$1,54 miliar, lebih rendah dibanding US$1,62 miliar pada semester I/2024.
Dengan kondisi keuangan yang menantang, PMTHMETD Danantara diharapkan menjadi angin segar. Suntikan modal tidak hanya memperbaiki neraca, tapi juga mendukung keberlangsungan operasional harian dan strategi bisnis jangka panjang.
Manajemen GIAA menekankan urgensi langkah ini. Perbaikan struktur permodalan dinilai krusial untuk menjaga kelangsungan usaha dan operasional anak perusahaan.
Private placement ini sekaligus menegaskan komitmen Danantara dalam restrukturisasi GIAA. Masuknya pemodal strategis diharapkan memberi kepercayaan tambahan kepada investor dan mitra bisnis.
Selain fokus pada keuangan, GIAA juga menargetkan efisiensi operasional. Penggunaan dana modal kerja diarahkan agar biaya perawatan dan operasional pesawat dapat tertangani dengan lebih baik.
Peningkatan modal Citilink juga menjadi fokus utama. Hal ini akan mendukung armada, operasional, dan pelunasan utang bahan bakar sehingga risiko likuiditas dapat diminimalkan.
Ekspansi armada GIAA dan Citilink menjadi bagian dari strategi pertumbuhan. Dengan kapasitas yang lebih besar, kedua entitas diharapkan mampu menangkap peluang pasar domestik dan internasional.
Secara keseluruhan, PMTHMETD ini merupakan langkah penting dalam restrukturisasi GIAA. Selain memperkuat struktur permodalan, suntikan dana ini menjadi jaring pengaman menghadapi tantangan industri penerbangan.
Dengan langkah strategis ini, manajemen optimistis keberlangsungan usaha GIAA dan Citilink dapat terjaga. Investor diharapkan memberi respon positif seiring rencana restrukturisasi berjalan.