Transformasi Digital Ubah Wajah Ekonomi Indonesia, Sektor Keuangan dan Asuransi Jadi Sorotan

Jumat, 10 Oktober 2025 | 11:00:55 WIB
Transformasi Digital Ubah Wajah Ekonomi Indonesia, Sektor Keuangan dan Asuransi Jadi Sorotan

JAKARTA - Lanskap ekonomi Indonesia kini berada di tengah arus perubahan besar akibat disrupsi digital. Hampir seluruh sektor mulai dari perdagangan daring, transportasi, hingga asuransi dan keuangan beradaptasi terhadap teknologi baru yang mengubah perilaku masyarakat.

Dalam sepuluh tahun terakhir, akselerasi digital terjadi begitu cepat hingga menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi para pelaku industri. Perubahan tersebut tidak hanya mendorong efisiensi, tetapi juga menuntut tata kelola yang semakin transparan dan bertanggung jawab.

Laporan e-Conomy SEA 2024 dari Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat bahwa nilai ekonomi digital Asia Tenggara pada 2024 mencapai USD 263 miliar atau sekitar Rp 4.344 triliun (kurs Rp 16.583 per USD). Angka ini tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan kuatnya momentum transformasi digital di kawasan.

Pertumbuhan terbesar masih disumbang oleh sektor e-commerce dengan gross merchandise value (GMV) mencapai USD 65 miliar atau sekitar Rp 1.082 triliun. Data ini menggambarkan betapa besar pergeseran preferensi masyarakat menuju layanan berbasis digital.

Regulasi dan Kepercayaan Jadi Fondasi Transformasi

Transformasi digital di industri keuangan bukan sekadar mengikuti tren teknologi. Di balik percepatan inovasi, ada tantangan besar dalam membangun kepercayaan publik dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang terus berkembang.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui kebijakan seperti POJK 11/2023 dan POJK 23/2023 menegaskan pentingnya tata kelola yang baik dan manajemen risiko. Regulasi tersebut menjadi panduan utama agar inovasi tidak meninggalkan prinsip kehati-hatian.

Dalam praktiknya, regulasi berperan sebagai “rem dan pedal gas” sekaligus bagi industri. Satu sisi mendorong inovasi, sisi lain memastikan setiap langkah berjalan dalam koridor akuntabilitas dan perlindungan konsumen.

Kepercayaan publik kini menjadi aset tak ternilai bagi lembaga keuangan. Di era digital, reputasi bukan lagi ditentukan oleh laporan keuangan semata, melainkan oleh pengalaman nyata nasabah dalam berinteraksi dengan layanan perusahaan.

Setiap keluhan di media sosial bisa berdampak luas terhadap citra korporasi. Karena itu, perusahaan harus memastikan setiap pengalaman pelanggan positif dan konsisten agar kepercayaan tetap terjaga.

Menakar Risiko dengan Data dan Teknologi

Kemajuan digital membuat pengelolaan risiko di sektor keuangan semakin berbasis data. Perusahaan asuransi kini menggunakan big data analytics untuk menganalisis gaya hidup, kebiasaan finansial, hingga riwayat kesehatan pelanggan.

Data tersebut menjadi dasar penyusunan strategi bisnis yang lebih presisi. Salah satu inovasi yang muncul adalah produk usage-based insurance, di mana premi disesuaikan dengan perilaku pengguna seperti frekuensi berkendara atau jumlah langkah harian.

Pendekatan berbasis data dianggap lebih adil bagi nasabah karena menyesuaikan risiko dengan kondisi individu. Selain itu, efisiensi operasional meningkat karena proses analisis risiko dan klaim menjadi lebih cepat dan akurat.

Manfaat lainnya adalah penurunan potensi kecurangan atau fraud dalam klaim asuransi. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat, kasus penipuan bisa mencapai hingga 10 persen dari total klaim setiap tahun.

Dalam laporan triwulan IV tahun 2024, premi industri asuransi umum mencapai Rp 112,9 triliun, tumbuh 8,7 persen secara tahunan. Namun, peningkatan premi ini masih dibayangi risiko kualitas klaim dan potensi fraud yang tetap tinggi.

AI dan Efisiensi Proses Klaim

Penerapan kecerdasan buatan (AI) menjadi langkah strategis dalam mempercepat proses bisnis di sektor keuangan dan asuransi. Teknologi ini digunakan untuk memverifikasi dokumen, mendeteksi anomali data, dan mengidentifikasi potensi penipuan secara otomatis.

Beberapa perusahaan melaporkan waktu penyelesaian klaim dapat dipangkas dari 7 hari menjadi kurang dari 24 jam. Tingkat akurasi deteksi fraud pun meningkat hingga lebih dari 90 persen dalam kondisi data yang lengkap.

Keunggulan lain dari sistem berbasis AI adalah transparansi. Setiap proses klaim terekam secara digital, sehingga mudah diaudit dan memastikan seluruh keputusan sesuai standar akuntabilitas yang diatur regulator.

Dengan demikian, AI bukan hanya alat efisiensi, tetapi juga sarana menjaga kepercayaan publik terhadap industri keuangan. Regulasi dan teknologi berjalan beriringan demi menciptakan sistem yang aman, transparan, dan berkelanjutan.

Produk Inklusif dan Akses yang Lebih Luas

Transformasi digital juga mendorong perusahaan menghadirkan produk yang lebih personal dan inklusif. Data nasabah membantu perusahaan memahami kebutuhan spesifik pelanggan, seperti proteksi jangka pendek, asuransi perjalanan, atau perlindungan bagi pengguna aktif layanan daring.

Pendekatan ini sekaligus mendukung inklusi keuangan nasional. Berdasarkan data OJK per September 2024, penetrasi asuransi Indonesia masih 2,80 persen terhadap PDB, dengan densitas rata-rata Rp 2.080.020 per kapita per tahun.

Angka tersebut jauh tertinggal dari Malaysia yang mencapai 4,8 persen dan Singapura sebesar 11,4 persen. Bahkan pada Februari 2025, penetrasi menurun menjadi 2,72 persen dari 2,84 persen pada akhir 2024.

Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun industri terus berinovasi, tingkat partisipasi masyarakat dalam asuransi masih fluktuatif. Transformasi digital diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan tersebut melalui layanan yang lebih mudah dijangkau dan terintegrasi.

Sektor transportasi digital dan e-commerce telah lebih dulu menunjukkan dampak nyata transformasi. Kini, giliran sektor keuangan dan asuransi untuk membuktikan bahwa digitalisasi dapat meningkatkan kepercayaan sekaligus memperluas akses ke layanan formal.

Transformasi sebagai Ukuran Ketahanan Industri

Dalam laporan e-Conomy SEA 2024, video commerce berkontribusi sekitar 20 persen dari total GMV e-commerce, meningkat tajam dari 5 persen pada 2022. Sementara layanan transportasi dan pengantaran tumbuh 13 persen year on year, mencapai nilai GMV USD 9 miliar di Indonesia.

Adaptasi cepat juga terlihat pada perbankan melalui pengembangan super app dan layanan keuangan terintegrasi. Langkah ini memperkuat hubungan antara nasabah dengan lembaga keuangan dalam satu ekosistem digital.

Transformasi bukan sekadar reaksi terhadap tren, tetapi strategi jangka panjang untuk mempertahankan kepercayaan dan daya saing. Perusahaan yang mampu menggabungkan data, AI, inovasi produk, dan tata kelola yang baik akan menjadi pemenang di era baru ini.

Dengan penetrasi asuransi nasional yang masih di bawah 3 persen, ruang pertumbuhan industri masih terbuka lebar. Namun, potensi tersebut hanya dapat diwujudkan jika transparansi dan akuntabilitas dijadikan pondasi utama.

Era digital menuntut perusahaan untuk tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga kuat secara integritas. Sebab, di tengah keterbukaan informasi, yang bertahan bukanlah yang paling besar, melainkan yang paling akuntabel, adaptif, dan dipercaya.

Terkini